Jumat, 20 Mei 2011

CATATAN KECILKETIKANMENGINJAKAN KAKI DI BUMI PARA NABI 4 (The end of the great story)

Rabu, 16 Maret 2011

Pagi hari kita siap-siap tur mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Mekkah. Perjalanan membawa kita ke Jabal Rahmah yang berada di Padang Arafah. Jabal Rahmah berarti bukit Kasih Sayang. Di puncak bukit ada batu memanjang ke atas yang konon tempat pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa setelah 200 tahun dipisahkan Allah dari surga. Jalanan ke puncak berbatu menjadi saksi bisu manusia pertama itu menginjakan kakinya di Jabal Rahmah. Asal mula terjadinya Tanah Haram Mekkah dan Madinah di sebuah riwayat diceritakan ini bermula ketika Nabi Adam merasa dirinya masih berdosa setelah Allah membuangnya ke bumi.Saat itu Nabi Adam berdoa untuk  menjaga dirinya agar terhindar dari dosa seperti yang terjadi ketika dirinya berada di Surga dengan memakan buah Khuldi.
Saat itu Allah langsung memerintahkan para malaikat untuk membuat batas pagar. Dari sanalah terjadi kota suci Mekkah dan Madinah yang hingga kini masih dirasakan dan dialami  oleh umat Islam jika berbuat maksiat. Artinya, Allah mensucikan umatnya dan dihindarkan dari dosa ketika berada di dua tanah suci itu.

Karena waktu yang sangat singkat kita hanya melewati Jabal Nur, yang diatasnya terdapat Gua Hira. Gua ketika Nabi Muhammad mendapatkan ayat Al-Quran yang pertama yakni Iqra. Kita juga melewati Jabal Tsur, tempat bersembunyi Nabi Muhammad bersama Abu Bakar ketika dikejar oleh orang kafir. Akhir perjalanan diakhiri ke Mesjid Jaronah. Konon, mesjid ini didirikan oleh seorang janda stress di jaman Nabi Muhammad. Janda ini pekerjaanya menyulam, jika sulamannya sudah selesai akan dirobek dan kembali disulam. Mesjid ini bentuknya masih sama seperti awal pembuataanya. Di mesjid Jaronah inilah kita melakukan miqot untuk Umroh yang ketiga bersama rombongan.

Kamis (17 Maret 2011) pagi jam 3 usai solat tahajud, semalaman Mekkah diguyur gerimis disertai hembusan angin dingin. Saat itu gue merasa Hajar Aswad pasti kosong. Selama tiga hari di Mekkah, belum sekali pun gue mendekati Hajar Aswad melihat banyaknya manusia bergerombol di depan batu hitam dari surga itu. Ketika kaki sudah mendekat Hajar Aswad gue melongo. Masih banyak saja orang yang berusaha menciumnya. Gue dekati sisi lain Ka’bah, gue sentuh, gue usap tubuh Ka’bah dengan lembut. Terasa getaran yang berbeda.  Gue intip tubuhnya dibalik kain hitam yang menyelimuti. Ka’bah batu hitam besar yang tengahnya terdapat garis dengan warna emas.

Sekitar 3 meter disamping, Hajar Aswab berdiri. Gue melihat sepasang suami istri muda dari Malaysia berpegangan di besi pinggiran Ka’bah dan beringsut pelan menghampiri Hajar Aswad. Jadi kita dalam keadaan menyamping. “Ayo seperti ini, kita pelan-pelan ke Hajar Aswad,” kata mereka. Gue pun mengikuti intruksi mereka. Gerimis masih turun, angin semakin dingin. Orang masih berebutan untuk bisa mencium Hajar Aswad. Seorang ibu Arab yang pendek dan gemuk berteriak marah karena berada di tengah-tengah beberapa pria besar dan tertahan di sana tanpa bisa bergerak. Semakin mendekati Hajar Aswad, gue merasa ada yang salah. Di depan batu hitam itu orang saling menyikut, menarik, memaksa orang yang di depannya. Sepasang suami istri muda disamping gw juga terlihat semakin terjepit bahkan suaminya melindungi istrinya. Keadaan semakin payah. Gue merasa saat itu, untuk sesama muslim nggak harus saling menyakiti. Gue merasa cara itu salah, tarik-tarikan dengan paksa untuk mencium Hajar Aswad. Ketika gue memutuskan untuk keluar dari kerumunan itu, tiba-tiba seorang ibu Malaysia lain berteriak “Keluar!”

Ternyata dia juga nggak kuat untuk bisa menuju Hajar Aswad dan memutuskan keluar. Gue pun balik badan dan terkaget-kaget ternyata sudah banyak lelaki Arab yang ngantri untuk mencium Hajar Aswad juga di belakang gue. Akhirnya dengan susah payah gue bisa menyelamatkan diri. Toh, nggak ada hadist yang mengatakan mencium Hajar Aswad itu wajib. Orang pada mencium karena (kalo nggak salah ya) melihat Nabi Muhammad mencium dan yang lain mengikutinya.  Tapi gue yakinkan, ke Mekkah selanjutnya Insya Allah gue bisa mencium Hajar Aswad yang kata temen gue , yang berhasil menciumnya- terasa wangi.

Semakin mendekati waktu kepulangan ke Jakarta perasaan semakin gelisah, hati tiba-tiba terasa terus mellow, sedih dan beku. Sehari sebelum check out, gw menghabiskan waktu di Masjidil Haram dengan beribadah. Gw perhatikan tiap detil yang ada di Masjidil Haram, karpet, ukiran, warna tiang, sampai jirigen yang dideretkan dekat tiang yang berisi air zamzam.Sangat berat meninggalkan Mekkah. Sama beratnya ketika harus meninggalkan Madinah. Gw merasa sudah berbaur dengan kedua kota suci itu. Pikiran terfokus kepada Allah.

Kamis pukul 09.00 pagi gw thawaf Wada (terakhir) sendiri. Karena teman satu kelompok  sudah thawaf wada, akhirnya gue nyempil ikut kelompok jamaah Indonesia lain yang juga melakukan thawaf wada. Suasana sangat sangat mellow. Semua ibu dan bapak di kelompok itu menangis, meninggalkan Kiblat Umat Islam, mengucapkan selamat tinggal kepada Ka’bah, Masjidil Haram dan Mekkah. Gue kayak nggak rela ninggalin Ka’bah. Gue bener-bener nggak mau pulang. Beraaatttt baanngeeetttt. Gue nggak mau pergi dari sini.

sebelum sampai di bandara Jeddah, kita mampir dulu ke Laut Merah. Laut Merah ini terkenal ketika Nabi Musa membelah laut merah itu menjadi dua agar bisa berjalan bersama umatnya untuk menyelamatkan diri dari Fir'aun yang mengaku dirinya Tuhan. Meski kejadiannya di Laut Merah di Mesir tapi tetap aja merasa takjub, apalagi jasad Fir'aun ditemukan di laut tersebut dan hingga kini masih utuh untuk menjadi contoh dan bukti nyata bagi orang yang kafir. Di laut merah juga ada Mesjid Terapung yang berwarna putih.

Gue benar-benar bersyukur Allah memberikan gue rejeki untuk bisa ke Madinah dan Mekkah tanpa mengeluarkan uang sepersen pun. Subhanallah, Allah sayang bangetkan sama gue? Gue juga terima kasih sama teman-teman satu kelompok, meski kita sedikit cuma 15 orang tapi solid banget, saling menjaga, saling melindungi dan selalu bersama meski dari Jakarta nggak ada satu orang pun dari travel yang mewakili. Makasih buat mbak Pipin, ibu Dedeh dan Pak Entik, Mbak Piko dan Fauzan,Bu Lastri dan Pak Bambang, Rina, Uwak, Ayah dan Ibu Rina, Pak Totok, Pak dan Bu Mahfudz. Kita kompak banget, karena kita jamaah paling sedikit. Sedangkan travel lain membawa jamaah sekitar 60-70 orang. Gue yakin suatu saat bisa ke Madinah dan Mekkah lagi, Aminn….Bismillahi Allahu Akbar. (The End of The Story)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar