Jumat, 23 Oktober 2009

cerpen ANita

Sinopsis Cerpen ANITA

Anita adalah seorang gadis berusia 15 tahun dan masih kelas 3 SMP. Anita anak yang pendiam, pemalu dan minder karena lahir dari keluarga yang miskin. Ayahnya pergi meninggalkannya sejak dirinya masih berusia 10 tahun. Sejak saat itu, Anita tinggal bersama ibunya yang pemarah dan bekerja menjadi buruh cuci.

Seperti remaja pada umumnya, Anita ingin diterima dipergaulan di sekolah. Anita yang merasa tidak cantik iri melihat teman-temannya yang bahagia, kaya dan cantik. Teman-teman di sekolahnya sudah mempunya gank masing-masing, kecuali Anita yang minder dan tidak popular di sekolah.

Keinginannya untuk menjadi kaya dan diterima dipergaulan akhirnya membuatnya mengambil jalan pintas. Anita mendapatkan ide ketika secara tidak sengaja membaca sebuah headline koran metropolitan perihal anak remaja yang menjajakan diri di mal.

Dengan yakin, Anita mulai datang ke mal sesuai dengan petunjuk yang ada di koran. Tapi dia ditemukan oleh seorang mucikari yang biasa dipanggil mami. Lewat mami, Anita mendapatkan pelanggan pertama yang akan membayarnya Rp 5 juta. Apakah Anita nekat melepas keperawanannya demi uang Rp 5 juta?


Cerpen


ANITA

OLEH : ALIA SYAKUR

Anita termangu membaca headline sebuah koran metropolitan yang bertajuk Para Siswi SMP Jakarta Tertangkap Menjajakan Diri di Mal. . Cara ABG Menjajakan Diri: Nongkrong di mal-mal, lewat mucikari dan lewat situs internet. Modus di Mal: Nongkrong di kafe, Pura-pura belanja, Nongkrong dekat eskalator dan nongkrong di dekat deretan ATM.
Wajah Anita serius membaca satu persatu berita yang ada di koran itu. Lalu dihembuskan nafas panjang seakan ingin mengeluarkan beban yang memberatinya. Anita berjalan ke arah lemari di mana ada cermin di sana. Dicermati postur tubuhnya yang mungil, kulitnya yang coklat dan wajahnya yang biasa saja. Bertengger kaca mata minus dan rambut panjang sebahu yang lurus. Tubuhnya bisa dibilang kerempeng.
Apa ada yang mau melihat aku jelek seperti ini? Apakah mereka tertarik melihat aku? Anita membatin.
Lalu kembali diambilnya koran tersebut dan kembali dilihatnya. Anita terihat ragu. Sudah sebulan bulan belakangan Anita resah melihat kehidupan keluarganya selalu dikelilingi kemiskinan. Ibunya selalu marah-marah karena letih menjadi tukang cuci. Jika di rumah, Anita selalu menjadi tumpahan kemarahan ibunya yang juga stres karena ditinggal ayah Anita tanpa uang sedikitpun.
Anita juga muak dengan lingkungan sekolahnya yang selalu nge-gank. Kumpulan anak orang kaya, kumpulan anak pintar dan kumpulan anak gaul. Sedangkan dia? Menjadi kelompok marginal yang tak pernah dianggap.
Dua minggu lalu Anita pernah mendengar pembicaraan temannya yang masuk genk anak gaul. Ria, Dora, Sita dan Baby. Di belakang sekolah mereka cekikikan sambil bercerita yang menegakan bulu kuduk Anita.
“Gila lo, pasti nggak bakal nyangka. Kemarin si mami kasih gue om yang royal banget. Ini ke dua kali gue dipake dia. Dan elo liat sekarang, gue di beliin hanpdhone terbaru. 4 juta ni bo,” Ria memamerkan handphonenya yang berwarna pink. Teman-temannya terbelalak.
“Hebat lo Ri. Beruntung lo! Gue cuma dapat 300 ribu doang. Standarlah. Ntar gue minta mami kasih om tajir kayak elo begitu,” suara Sita terdengar iri.
“Sabar Sit. Lo kan masih baru, jadi uang lo belum cukup beli hp begini. Santai aja,” Dora tertawa sambil mengedipkan mata kea rah Ria yang dibalas dengan cengiran.
“Iyaa.. yang senior….udah tajir.. Nyokap bokap elo udah curiga belum,” suara Baby terdengar.
“Nggaklah. Gue kan jago bersandiwara. Artis gitu loch..” Dora tertawa bangga.
Anita yang menguping terbelalak kaget dan langsung ngacir.
BUK! Buk! “Anitaaa…..jangan tidur aja kamu…bangunnn.. Bantu ibu…”
Anita tersentak. Ibunya menggedor pintu kamar dengan sekuat tenaga. Langsung dilipatnya koran dan membuka pintu kamar. Wajah ibunya terlihat letih. Meski usianya masih 40 tahun, guratan keletihan sangat terlihat jelas. Anita mengeluh di dalam hati.
“Kamu tidur terus. Pemalas! Bantu ibu nyetrika!!” Ibu berteriak sambil menunjuk ketumpukan baju di pojokan ruangan.
“Ibu jangan marah-marah terus kek. Aku akan bantu..” Anita menggerutu melihat ibunya matanya melotot.
“Kamu nggak ngerti! Ibu ini capek dari pagi nyuci. Cari uang untuk bayar sekolah kamu! Kamu ngapain? Cuma sekolah, makan, tidur..” Ibu Anita langsung mengambil setumpuk cucian dan menaruhnya di depan Anita.
“Nih, kamu setrika. Ibu mau ke rumah Ibu RT.”
Anita bergumam kesal. “Nanti aku akan kerja bantu ibu..”
Ibu Anita yang sudah berjalan langsung berhenti dan menoleh. “Kerja apa kamu? Anak ingusan mau cari kerja! Sarjana pada nganggur. Kamu lagi masih SMP mau kerja.” Ibu Anita menggerutu dan ke luar rumah.

Anita berjalan perlahan sambil menunduk. Bel pulang sekolah sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Kepalanya mendongak ketika mendengar beberapa temannya sedang tertawa gembira. Di depannya dilihat Dora, Sita, Baby dan Ria sedang menunggu bajaj. Anita langsung berhenti. Sebuah rencana langsung menggelayuti kepalanya.
Setelah ke empat temannya itu naik bajaj, Anita langsung menyetop angkot yang lewat di depannya. Dia berhenti di sebuah mal yang lumayan jauh dari sekolah. Mata Anita langsung mencari empat sosok temannya. Jantungnya berdegup ketika melihat mereka sedang berbicara dengan seorang pria muda yang terlihat kebanci-bancian. Ke empat temannya sudah berganti baju. Mereka terlihat seksi dan berani. Mengenakan rok pendek dan celana pendek. Wajah mereka juga di make up. Tak terlihat sekali kalau mereka anak SMP.
Anita melihat Dora melambai ke seseorang. Dora menjauh dan mendekati seorang pria yang tak jauh dari eskalator. Anita memperhatikan satu persatu temannya yang berpisah. Mata Anita juga jelatan memperhatikan eskalator, dan tempat ATM. Benar apa yang aku baca di koran. Banyak anak perempuan yang mangkal, Anita berkata dalam hati.
Rata-rata anak gadis itu mengenakan baju kasual. Tak seperti perempuan nakal, tapi gesture mereka seakan mengundang pria yang melirik. Selama dua jam, Anita memperhatikan gerak-gerik ABG yang mangkal di mal. Rencana baru kembali bergelayut di kepalanya. Anita pulang ke rumah dengan kepala yang penuh akan rencana baru.

Sudah lewat tengah malam. Tapi mata Anita sulit terpejam. Badannya dibolak balik dengan resah. Diliriknya baju yang digantungnya di lemari. Sesorean tadi, Anita sibuk memilah baju yang akan dikenakannya untuk besok. Tak ada satupun baju yang layak dipakai ke mal. Celana jeans yang dimilikinya sudah belel dan ketinggalan tren. Kaosnya juga sudah agak lusuh.
Ada satu baju bekas lebaran kemarin. Meski modelnya juga tidak trend dengan warna ungu, tapi Anita sudah mencobanya dan lumayanlah dari pada tidak. Anita juga mencoba memakai lipstik ibunya yang sudah mau habis. Warnanya sangat merah. Wajahnya jadi terlihat tua dari usia yang sebenarnya.
Dada Anita bergemuruh jika mengingat kenekatannya untuk datang ke mal dan bergabung dengan ABG lain. Apakah ini jalan pilihanku? Apakah ini jalan yang benar? Tapi inikan dosa…Batinnya terus berkecamuk sehingga Anita letih dan matanya terpejam.

Anita melangkah ragu keluar dari toilet mal. Seragam sekolahnya sudah dilepas dan diganti dengan jeans serta kaos berwarna ungu yang dipilihnya. Rambutnya yang lurus dibiarkan tergerai. Anita memoleskan tipis lipstik milik ibunya. Sejak semalam Anita sudah berlatih bagaimana mengatur mimik wajahnya sehingga terlhat pede dan cantik.
Anita pura-pura masuk ke sebuah toko baju. Dia sok sibuk mencari-cari kaos. Hatinya berdesir begitu melihat harga baju yang menurutnya mahal. Cuma kaos saja lima puluh ribu?
“Ih, murah banget. Cuma lima puluh ribu. Kemarin gue lihat kayak gini persis tujuh puluh lima ribu di mal sebelah. Di sini murah banget ya,”Anita menoleh. Dia melihat dua gadis seumurannya sedang sibuk mencari-cari baju.
“Kan gue bilang dari tadi. Lo belanja di sini aja. Lebih murah,” kata temannya yang satu.
Anita memperhatikan keduanya dari ujung kaki hingga rambut. Semua yang dikenakan gadis itu terlihat mahal dan baru. Belum lagi ponsel mahal yang mereka genggam dengan gaya. Anita mendadak minder.
Kedua gadis itu menoleh melihat Anita dan mereka berbisik sambil tersenyum sinis. Tatapan mata mereka meremehkan penampilan Anita. Anita langsung keluar toko itu. Wajahnya terasa panas.
Dihampirinya deretan mesin ATM. Dia melihat ada dua gadis berdiri di sana. Seperti pura-pura ingin mengambil duit di ATM. Apakah mereka sedang mencari mangsa? Anita melirik kedua gadis itu. Yang satu mengenakan rok pendek, malah sangat pendek. Dengan baju seksi yang memperlihatkan punggungnya. Sedangkan yang satu lagi masih lebih sopan. Celana pendek yang dipadukan dengan kaus berleher Sabrina.
Anita pura-pura sibuk mencari dompetnya. Wajahnya dipasang sedemikian pede. Sudah lima menit berdiri di situ, Anisa merasa ada dua pria setengah baya meliriknya sambil senyum. Anita mencoba membalas senyum mereka.
Kalau mereka menghampiriku, apa yang harus aku lakukan? Belum selesai berfikir Anita sudah dikejutkan dengan sapaan seorang wanita di sampingnya.
“Halo sayang…” Anita menoleh. Wanita setengah baya dengan dandan menor memberikannya senyum. Anita membalasnya dengan ragu.
“Ikut mami yuk..”wanita itu memegang tangan Anita dengan lembut dan menariknya.
“Hhh.. kemana..” Anita mengikuti saja tanpa daya. Wajahnya kebingungan.
Mereka masuk ke sebuah kafe. Anita ikut saja dan duduk di sebelah wanita itu. Wanita itu langsung memesan minum untuk Anita. Setelah itu, si wanita memandang Anita dengan lembut sambil tersenyum.
“Kamu yakin mau seperti ini?”
Anita gelagapan…”Maksud tante…”
“Panggil saya mami. Jujur saja sayang. Mami tahu kamu sedang apa di sana…” si mami memegang wajah Anita dengan lembut.
Anita menunduk. Jantungnya berdebar kencang. “Umur kamu berapa?”
“14 tahun..”
“Kamu tahu akibatnya kalau kamu berhubungan intim di bawah umur? Kamu bisa terkena kanker rahim sayang. Bagaimana kalau hamil? Kamu bisa keguguran karena rahim kamu belum kuat, Dan efeknya justru semakin parah. Kamu bisa mandul. Lalu kalau kamu hamil,Bagaimana? Aborsi? Itu namanya pembunuhan, ”wajah mami serius.
Anita menunduk semakin dalam. Raut wajahnya terlihat semakin ragu.
“Kalau kamu yakin, mami punya kenalan yang bersedia bayar 5 juta. Kamu belum pernah kan sebelumnya?”
Anita mendongak. Senyum kecil mampir di wajahnya. Pikirannya sudah tertuju uang 5 juta.
Mami melihat senyum itu semakin semangat menawari Anita. “Nama kamu siapa?”
“Anita..”
“Oke Anita. Kalau kamu mau, mami telpon teman mami itu. Setelah itu kamu bisa bawa pulang 5 juta. Tapi sebelumnya kamu harus ganti baju dulu. Baju kamu sudah kuno.”
Mami membuka tasnya. Di dalam tas itu, Anita melihat beberapa baju warna-warni dan rok serta celana pendek. Mami mengambil satu baju berwarna biru. Potongannya terlihat seksi, di bagian dada agak rendah.
“Toilet di belakang. Kamu ganti di sana ya..”
Anita mengangguk nurut dan berjalan ke belakang. Begitu Anita pergi, mami langsung mengambil ponselnya dan mulai menelpon dengan wajah serius.
Tangan Anita sibuk menarik bajunya agar menutup dadanya. Baju itu begitu seksi dan Anita sedikit pangling dengan penampilannya. Mami tersenyum melihat Anita datang.
“Kamu seksi kan. Harusnya kamu nggak usah pakai kaca mata. Tapi nggak apa-apa. Besok kalau sudah ada uang kamu bisa pakai soft lens,” mami tersenyum lagi.
Anita tersenyum senang. Sudah sejak lama dia menginginkan soft lens. “Mata kamu bagus, alis kamu juga. Kalau pakai soft lens kecantikan kamu jadi keluar.” Mami terus memuji meski di kepalanya tersimpan rencana.
Anita semakin senang. Baru sekali ini ada yang memujinya. “Yuk..” mami menarik tangan Anita.
“Kemana mam..”
“Orangnya nggak mau ketemu di sini. Katanya ramai, jadi kita samperin aja ke apartemennya.”
Anita mengikuti tanpa banyak bicara. “Orangnya royal Nit. Kalau kamu bikin dia seneng, kamu pasti akan dikasih lebih. Dia langganan VIP mami,” mami bercerita. “Nanti kamu, mami anter ke sana. Mami akan tunggu di lobi, kamu naik sendiri ke kamarnya.”
Anita menoleh spontan. Wajahnya ragu. “Aku sendiri ke atas? Kenapa nggak mami anter aku sampai ke kamarnya..”
Mami menatap wajah Anita lalu mengangguk. “Oke, setelah itu mami akan tunggu di lobi bawah. Kamu ikuti apa kata dia.”
Di sebuah apartemen lantai 20, mami mengetuk sebuah kamar. Pintu kamar dibuka dan seorang pria setengah baya sudah di depan kamar sambil tersenyum. Dia mempersilahkan Anita dan mami masuk.
“Ini Anita? Kamu cantik….” pria itu memuji Anita sambil tersenyum ramah. Anita hanya diam. Lalu mami dan om itu pergi ke ruangan lain. “Dapat anak baru dari mana lagi mam..” Si Om tersenyum sambil menyerahkan amplop yang berisi uang.
“Pokoknya om tenang saja. Pelayanan dari mami selalu memuaskan. Ini sudah 20 juta?” Mami membuka amplopnya.
Si Om mengangguk. “Oke, mami percaya om. Mami tunggu di lobi bawah. Dia masih baru, jadi pelan-pelan lah…” Mami tertawa senang.
“Tenang saja mam, ini bukan pertama kali kan…”
Mami keluar kamar. Sedangkan Si Om menghampiri Anita sambil tersenyum. “Mau minum apa Anita. Juice ya…” Si Om menghampiri kulkas. Anita hanya mengangguk. Dia merasa asing di tempat itu.
“Anita.. kita minum di kamar yuk…”
Anita mengikuti saja. Anita duduk di pinggir tempat tidur. Kamar itu terlihat mewah dan sejuk. Si Om menghampiri Anita dan duduk disampingnya. Anita hanya diam. Lalu Si Om mulai memegang tangan Anita dengan lembut, kaca mata Anita dibukanya. Anita hanya terdiam dan pasrah….

Sepuluh menit kemudian, mami dikagetkan dengan sosok Anita yang keluar melewati lobi sambil berlari kencang. Bersamaan dengan itu, handphone mami berbunyi. “Ada apa om..”
“Anak kurang ajar! Baik om, saya akan ke atas.” Mami mematikan ponselnya sambil menuju lift dengan wajah geram.

SELESAI

cerpen artis stripping

Cerpen
Artis Stripping

Oleh : Alia Syakur



Lolita menonton acara infotaimen dengan serius. Perasaan iri terlihat jelas di wajahnya yang cantik. Matanya kadang berkedip ketika ada seorang artis belia yang muncul dengan pacar barunya. Mulutnya kadang manyun ketika ada pemain sinetron yang dikejar-kejar infotaimen. Huh, kapan sih aku muncul di infotaimen. Kayaknya asik dikelilingi wartawan dan kamera di mana-mana. Lolita membatin sebal. Sudah lima kali Lolita bermain sinetron. Perannya nggak kecil, menjadi pendukung bahkan pernah peran utama. Lolita juga di kontrak eksklusif di sebuah production house besar. Tapi belum ada satupun infotaimen yang mewawancarainya.
Lolita iri banyak artis seusianya yang wara-wiri di infotaimen dengan menggandeng pacar baru. Mereka terlihat sok penting begitu kamera menyorot. Ada Rafa Ahmad yang selalu menggandeng artis muda, bahkan sekarang digosipkan sedang pacaran dengan penyanyi Yani Sihara, padahal dia janda. Punya satu anak lagi. Lalu ada Bunga Papilaya yang tiap muncul di infotaiment selalu dengan kisah gosipnya. Malahan, waktu putus sama pacar terakhirnya dia jelek-jelekin bekas pacarnya di infotaimen.
Kapan sih aku bisa masuk infotaimen? Padahal aku nggak jelek-jelek amat. Kalau dibandingkan Bunga Papilaya, masih cantikan aku. Dia hitam dan pendek. Kalau aku masih lebih tinggi dan nggak hitam-hitam banget. Ada yang bilang wajah aku mirip Nikita Willy atau Putri Titian. Lolita bercermin sambil memutar tubuhnya.
“Lol, ayo berangkat. Dari tadi Pak Iis sms mama untuk ingetin kamu ada syuting hari ini. Kamu take pertama kali lho,” mama sudah muncul dengan membawa tas besar. Lalu menaruhnya di mobil.
“Skenarionya udah dikirim belum ma. Aku belum baca lho,” Lolita duduk di samping mamanya.
“Belum. Kata Pak Iis di sana aja. Makanya kita nggak boleh telat,” mama serius di belakang setir.
“Halah ma. Kayak bukan pertama kali syuting aja. Kemarin-kemarin kalau hari pertama molor sampai lima jam,” Lolita memainkan BB (blackberry)nya.
“Iya Lol, tapi kita harus menunjukan ke Pak Leon kalau kamu serius main sinetron. Biar besok-besok Pak Leon kasih kamu peran lagi. Kata Pak Leon kamu di sini perannya banyak, seperti peran utama lho.”
Lolita tak menjawab. Dia sibuk membuka facebook dan mengomentari status semua temanya sambil senyam-senyum.


Lolita menyalami semua kru yang ada di lokasi. Para kru sedang sibuk menyusun kamera. Lalu Lolita sibuk membaca naskah yang baru diterimanya. Judul sinetron barunya, Cahaya Cinta. Aku di sini menjadi Pelangi, sahabatnya Cahaya. Yah, lumayan. Masih sering muncul sama peran utama. Jadi aku terus muncul di teve. Lolita tersenyum senang.
“Halo semua apa kabar…” Suara seorang cowok membuyarkan konsentrasinya. Lolita mendongak dan dia terbelalak melihat Rafa Ahmad muncul sambil menyapa semua orang.
“Mbak Lolita, kenalin ini Rafa Ahmad. Dia akan menjadi lawan main mbak di sinetron ini. Dia ini si Rendi, pacarnya Pelangi,” Pak Iis mengenalkan Rafa ke Lolita.
Lolita tersenyum sambil menyalami Rafa. Rafa mengeluarkan senyum mautnya, khas seorang playboy. Ternyata ganteng beneran euy, Lolita tersenyum dalam hati. “Kamu udah baca naskahnya? Kita take pertama lho,” Rafa duduk disamping Lolita sambil membuka naskah di tangannya.
“Iya nih. Aku lagi hapalin takut ada yang lupa.” Lolita membuka lembaran naskah sambil melirik Rafa.
“Jangan dihapal. Di mengerti aja, yang penting nyambung sama yang di maksud. Improve juga nggak apa kok,” Rafa cuma membuka lembaran demi lembaran naskah tanpa membaca dengan serius. Lolita mengerutkan kening melihat Rafa yang meremehkan naskah yang akan dilakoninya.
Huh, dasar senior! Udah biasa akting jadi ngeremehin gitu. Lolita melirik Rafa yang tenyata sedang tersenyum kepadanya. “Aku pernah lihat sinetron kamu. Kamu yang jadi Melati kan. Di sinetron religi Hidayah. Kelihatan beda sama sekarang karena kamu di sinetron itu berjilbab. Kamu masih SMP ya,” Rafa masih tersenyum.
Enak aja SMP. Lolita meradang. “Kelas 2 SMU. 16 tahun,” Lolita menjawab singkat. Lolita merasa tidak nyambung dengan Rafa yang sadar dirinya ganteng. Lama-kelamaan Lolita menjadi sebal dengan gayanya yang pecicilan.
“Hah? Udah SMU? Aku kira masih SMP, 14 tahun gitu. Cepet juga ya sekolahnya. Kamu imut sih,” Rafa senyum-senyum.
Lolita langsung muak dengan gaya tebar pesonanya Rafa. “Kalau aku rencananya mau kuliah tahun ini. Tapi karena banyak banget kerjaan, kayaknya ditunda dulu. Hari ini aku nggak bisa lama-lama. Kepinginnya langsung take karena ada undangan temen di Dragon Fly. Ikut aku yuk.” Rafa menatap mata Lolita dengan lekat. Lolita merasa tidak nyaman.
“Wah, nggak deh. Terima kasih, aku syuting aja dulu. Aku lihat scene aku banyak banget nih.”
“Kamu harus eksis kalau mau terus dipake main sinetron. Entar aku kenalin di sana sama teman-teman, banyak artis ngetop.” Rafa beranjak dari duduknya begitu ada yang memanggil. “ Bentar ya.”
Lolita menarik nafas panjang. Ternyata, Rafa yang ada di dalam bayangannya nggak sesuai dengan kenyataan. Cakep sih, ganteng. Tapi kok gayanya nyebelin ya. Lolita memandang Rafa yang sedang cipika cipiki dengan Nasila, pemeran utama Cahaya Hati. Nasila bisa dibilang ratu stripping yang selalu mencetak box office.


Sepulang sekolah, Lolita sudah ada di lokasi syuting. Digantinya baju seragam sekolah dengan kostum yang diberikan kru. Di sinetron ini Lolita menjadi gadis kampung yang selalu sedih. Cahaya Cinta sudah tayang sejak sebulan lalu. Lolita sudah menikmati perannya sebagai Pelangi.
Di ruang tunggu pemain, Lolita melihat beberapa artis dan kru sedang mengerubungi teve. Ternyata mereka sedang menonton infotaimen. Ada Rafa yang senyam senyum begitu muncul berita dirinya dengan Yani Sihara.
“Bener nggak sih Raf, lo sama dia,” tanya Nasila.
“Adaaa Deeehhh….” Rafa menjawab dengan tengil. Lolita meninggalkan mereka yang sibuk membahas gosip artis yang ada di teve. Heran, jeruk makan jeruk, Lolita membatin sambil mengganti bajunya.
Keluar dari ruang ganti, Rafa dan Nasila masih membahas infotaimen dan gosip. “Kalau gue sih, nggak perlu gosip. Yang penting job terus datang dan sinetron gue ratingnya tinggi. Otomatis gue bisa dapat bonus dari pak Leon,” kata Nasila.
“Nggak bisa gitu juga Nas. Kalau elo sering di gosipin, artinya elo sering masuk infotaimen. Job makin banyak datang. Lihat nih gue, tawaran film nggak pernah abis, belum lagi iklan minggu depan mau syuting di Bangkok. Terus ngemsi gue banyak banget. Kemarin aja ada produser yang nawarin gue bikin album rekaman. Pemasukan jadi tinggi,” Rafa mengatakannya dengan bangga. Lolita hampir muntah mendengarnya.
“Itu ada benarnya juga. Tapi dari pada aib gue di obok-obok, mending gue cari aman deh. Kalau nggak penting amat gue nggak mau muncul di depan infotaimen. Bikin trauma tau gak.”
Rafa menoleh ke Lolita yang sedang memperhatikan mereka. “Nih, anak baru. Mau muncul di infotaimen gak. Gampang, elo jalan saja sama gue pasti elo langsung di kejar-kejar infotaimen. Gue rela kok di gosipin sama elo,” Rafa tertawa yang disambut Nasila.
“Lol, harus kuat mental kalau udah di gosipin. Gue kasih tahu ya, elo bakal nggak nyaman tidur. Karena mereka sudah nungguin di depan rumah sampai nginep segala. Ini pengalaman gue waktu di gosipin nikah siri. Gila kali, dapat info dari mana coba. Untung kebenaran cepat terkuak,” Nasila menjelaskan dengan semangat.
“Makasih deh, aku serius syuting dulu. Aku mau selesain tanggung jawab sinetron ini. Nggak enak sama Pak Leon kalau ada gosip soal aku yang nggak-nggak.” Kata Lolita tersenyum. Padahal di dalam hatinya yang paling dalam, dia kepingin sekali muncul di teve. Kayaknya keren dikerubungin sama wartawan dan kamera.
“Pak Leon itu produser paling asik. Dia malah senang kalau artisnya muncul di infotaimen. Artinya, sinetron dia bakal laku dan ditonton banyak orang. Percaya deh sama gue. Kalau elo minat, bilang aja ke gue. Oke? Gue cao dulu ya,” Rafa langsung membawa tasnya yang diikuti asistennya yang banci dan kelihatan sok penting .


Lolita membenamkan tubuhnya di atas sofa yang empuk. Sudah lewat tengah malam, dan Lolita merasa sangat letih. Hari ini scene Lolita sangat banyak, dan dia harus terus-terusan menangis. Kepalanya jadi terasa berat , matanya sembab dan Lolita hanya ingin cepat tidur. Tapi dia masih menunggu beberapa scene lagi baru bisa pulang.
“Sabar ya Lol, kamu masih tinggal 2 scene lagi. Setelah itu kita pulang. Kamu istirahat deh,” mama membelai kepala Lolita dengan lembut.
Lolita mencoba memejamkan matanya. Belum juga sepuluh menit, Lolita sudah dikagetkan dengan kesibukan para kru dan pemain di ruang ganti itu. Lolita terperangah begitu melihat banyak lampu yang menyorot ke dalam ruangan itu. Lho, ada apa nih. Kayaknya nggak ada scene di sini.
Lolita bingung ketika banyak wartawan infotaimen masuk ke dalam ruangan itu. Juga ada sutradara, asisten sutradara, para kru dan pemain berkumpul. Asisten Rafa yang banci juga tengah sibuk meredam suara orang-orang di ruangan itu. Lolita melihat Nasila memegang kue tart yang besar dan terlihat lilin angka 20 di atas kue itu.
Semuanya berdiri dalam diam di depan kamar di mana Rafa sedang istirahat. Asisten Rafa masuk ke dalam ruangan itu, dan tak lama kemudian dia keluar bersama Rafa yang sedang mengucek-ucek matanya.
“Surprise!!! Happy Birthday!!!” Seluruh orang yang ada di ruangan itu berteriak. Para infotaimen berebutan ke depan untuk menyorot wajah Rafa yang kebingungan dan kaget. Lalu semua orang yang ada di ruangan bertepuk tangan. Lolita ikut-ikutan bertepuk tangan sambil berdiri.
Lalu Rafa meniup lilin di atas kue itu sambil tersenyum. Rafa memotong kue pertamanya dan melihat ke sekeliling ruangan. Lalu Rafa berjalan ke arah Lolita dan memberikan kue itu. Infotaimen langsung menyorot Rafa dan Lolita. Lalu tanpa basa-basi Rafa cipika cipika ke Lolita yang terhenyak kaget.
“Cium! Cium! Cium!” Seluruh orang di ruangan itu menyoraki Lolita. Lolita bingung melihat banyaknya lampu menyorot ke arahnya. Lalu dengan pasrah mencium pipi Rafa dengan singkat. Tepuk tangan bergema di ruangan sambil beberapa kru tertawa maklum.
Setelah itu semua infotaimen menyodorkan mike ke hadapan Lolita dan Rafa. “Pacar baru ya Raf. Kapan jadiannya? Ayo kenalin dong ke kita-kita..” serentetan pertanyaan diajukan wartawan infotaimen ke arah Rafa dan Lolita. Lolita malah menjadi gagap dan tak bisa berkata apa. Senyumnya terlihat dipaksakan.
“Iya, ini pacar baru gue. Namanya Lolita. Bisa dibilang kita cinlok karena kita pacaran di sinetron ini,” Rafa dengan lancar menjawab semua pertanyaan wartawan. Sedangkan Lolita terbelalak kaget mendengar pernyataan Rafa. Gila apa ini anak. Waduh..aku nggak siap seperti ini.Lolita bingung ketika mike ditujukan ke arahnya.
“Sudah berapa lama pacaran sama Rafa? Rafa kan playboy, kok mau sih pacaran sama dia,” pertanyaan yang di luar dugaan makin membingungkan Lolita. Rafa yang melihat itu langsung mengambil alih.
“Kita dekat masih baru, pas mulai sinetron ini aja. Kata siapa gue playboy? Jangan bikin dia takut dong..” Tiba-tiba Lolita merasa tangan Rafa melingkar di bahunya. Apa sih maksudnya?
“Lalu bagaimana hubungan kamu sama penyanyi Yana?”
Lolita melirik Rafa yang tersenyum. “Dia selama ini saya anggap kakak. Karena saya nggak punya saudara perempuan, Yana orangnya lembut. Dan saya merasa nyaman sama dia.”
Mike kembali ke arah Lolita. “Ngomong Lol, kita kan mau dengar kamu ngomong.” Seorang wartawan infotaimen bertanya kepadanya.
“Hhmm… iya. Rafa anaknya baik, kita kalau ngomong nyambung. Dia anaknya asik kok.”
“Trus, hubungan ini serius? Kedua orang tua udah saling kenal nggak. Apa ada niat menikah muda?”
Apa sih maksud pertanyaanya. Basi banget. Lolita sudah hapal dengan jawaban artis yang sering ditontonnya ketika diberikan pertanyaan seperti ini. Apa semua artis ditanya sama ya.
“Ya ampun mbak. Kita masih muda, aku aja masih 16 tahun. Belum ada ke arah sana,” Lolita sudah tersenyum semanis mungkin. Dia mengingat-ingat ketika latihan senyum di depan cermin jika ada infotaimen yang mewawancarainya. Ternyata begini rasanya masuk infotaimen . Ada kepuasan tersendiri yang dirasakan Lolita.
“Terima kasih ya, mas-mas dan mbak-mbak. Maaf ya, sudah malam. Lolita dan Rafa harus take lagi. Terima kasih sudah mau datang,” tiba-tiba suara Pak Iis menyelesaikan wawancara. Para kameramen mematikan lampu, mike ditarik. Lolita menghela nafas panjang. Dia merasa sudah melewati tanjakan yang curam dan berhasil sampai di puncak.
“Lol, minta nomor handphonenya.” Beberapa wartawan siap mencatat nomor ponselnya. Sedangkan Rafa senyam-senyum memperhatikannya. Setelah semua infotaimen keluar ruangan, Lolita menghampiri Rafa.
“Maksudnya apa Raf, ngomong di depan infotaimen kalau kita pacaran. Kamu nggak konfirmasi ke aku.”
Rafa mencolek pipi Lolita dengan lembut. “Sori. Abis tadi aku bingung mau ngomong apa. Tadi masih kaget bangun tidur udah di kasih surprise.”
“Tapi ini bakal panjang masalahnya Raf. Dan ditonton semua orang. “
“Santai saja. Aku yang tanggung jawab.” Rafa masuk kembali ke ruangannya. Tinggal Lolita yang cemberut.


Dering handphone membuyarkan lamunan Lolita. Lolita masih shock dengan pemberitaan di infotaimen yang berbeda dengan yang diwawancarai tadi malam. Apa aku salah ngomong? Masa aku dibilang udah tunangan sama Rafa.
“Halo..”
“Ini Lolita?” Sebuah suara lembut dari seorang wanita menyapanya.
“Iya, ini siapa ya.”
“Saya Yana Sihara. Pacarnya Rafa. Apa benar kamu tunangannya Rafa?” Suara Yana yang lembut justru bikin dada Lolita deg-degan. Ya ampun, ada apa lagi ini. Kenapa Yana telpon aku.
“Aduh mbak, maaf. Itu salah pemberitaanya. Mbak Yana udah ngomong ke Rafa belum. Tadi malam itu cuma spontan aja, nggak ada yang pacaran apalagi tunangan. Aku aja kenal Rafa pas di sinetron ini.”
Lolita mendengar Yana tertawa lembut. “Aku tahu. Aku kenal siapa Rafa. Kita ketemuan yuk. Aku mau ngobrol sama kamu. Di Citos siang ini bisa?”
Lolita mengingat-ingat jadwal syutingnya hari ini. “Aku ada syuting jam 5 sore. Ketemu jam 1 bisa mbak?”
“Oke. Ketemu di sana ya. Bye.”


Lolita takjub melihat kecantikan Yana. Meski sudah memiliki anak, tubuh Yana masih langsing dan bagus. Wajahnya juga mulus dan kulitnya bening. Pakaiannya selalu sesuai dengan tubuhnya yang mungil. Sepertinya Yana tahu dimana kelebihannya sehingga selalu pas memilih baju. Lolita jadi minder mengingat dirinya jarang sekali ke salon.
“Kamu cantik.” Yana tersenyum.
“Mbak Yana yang cantik. Awet muda banget sih mbak.” Wajah Yana langsung berseri.
“Bagaimana rasanya syuting sama Rafa. Rame kan orangnya,” tanya Yana sambil meminum orange juice. Lolita tersenyum mencoba mencari makna dari pertanyaan itu. Apakah cemburu?
“Iya. Kalau nggak ada dia di lokasi kayaknya sepi. Anaknya juga asik kok. Maaf ya mbak, dengan pemberitaan kemarin. Aku jadi nggak enak nih,” wajah Lolita terlihat menyesal. Tapi Yana malah menyentuh tangannya dengan lembut.
“Aku tahu. Aku udah biasa menghadapi infotaimen. Rafa juga sudah cerita semuanya. Santai saja Lol, aku hanya ingin kenal kamu lebih dalam.” Wajah Yana yang tadinya tersenyum langsung terdiam. Lolita mengikuti arah pandangan Yana. Ya ampun, di luar kafe beberapa infotaimen sedang menyorotkan kamera ke arah mereka berdua. Bahkan mereka masuk ke dalam kafe dan mulai mengarahkan kameranya ke mereka berdua.
“Lho, mereka tahu dari mana kita ada di sini?” Wajah Lolita bingung dan panik.
Yana langsung menggandeng tangan Lolita ke luar kafe. Yana terlihat santai dan sudah biasa menghadapi infotaimen.
“Mbak Yana, wawancara dulu ya. Ada apa nih ketemu Lolita disini..Lol, kamu dilabrak Yana ya..”
Hah? Dilabrak? Gila kali, waduh kok jadi rumit begini sih. Lolita pasrah saja ketika Yana terus menarik tangannya keparkiran. Lalu Yana masuk ke dalam Halpard hitam miliknya.
“Masuk Ta, aku anter kamu ke lokasi.” Yana bicara dengan tegas sehingga Lolita tak bisa menolak. Mobil Yana langsung melaju kencang begitu infotaimen menyorotkan kamera ke arah mobilnya. Wajah Lolita terlihat pucat dan bingung. Lolita sempat melihat wajah Yana yang memerah. Marahkah dia denganku?
“Kamu besok jangan kaget kalau ada pemberitaan macam-macam diinfotaimen. Aku sudah bisa menebak berita apa yang akan keluar besok. Aku letih Lol menghadapi mereka. Kalau sedang kesal, di depan mereka kita harus banyak senyum. Kalau kita terlihat marah sedikit, beritanya akan keluar berbeda dibantu dengan narasi,” Yana menghela nafas panjang sambil menyenderkan tubuhnya.
Sopir Yana membelokkan arah mobil ke dalam studio. “Lol, aku nggak bisa anter kamu. Aku yakin pasti ada infotaimen yang sedang menunggu. Kamu masuk ngumpet-ngumpet aja ya.” Yana menyentuh wajah Lolita lembut. “Sabar Lol, ini akan menjadi makanan sehari-hari setelah kamu jadi artis.”
Lolita menganggukan kepalanya. “Aku minta maaf mbak kalau ada yang salah. Makasih banyak ya mbak.”
Lolita langsung berlari masuk ke ruangan begitu melihat sebuah mobil infotaimen ada diparkiran. Lolita duduk disebuah ruangan mengatur nafasnya yang terengah-engah. Tak ada didalam bayangannya akan seperti ini diberitakan menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan. Padahal dia hanya sekedar iseng dan ingin tahu rasanya masuk infotaimen. Lolita menyapu keringatnya, debaran di dadanya masih bergemuruh. Sampai kapan gosip ini hilang? Apakah aku akan terus dicap sebagai perusak hubungan orang? Oh tidakk…

SELESAI